Minggu, 06 Juni 2010

The Power of Da'wa (kekuatan dakwah)

Dakwah

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.

Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Ilmu Dakwah

Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut "Da'i" sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut "Mad'u". Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam adalah "Da'i"


Tujuan utama dakwah

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

Fiqhud-dakwah

Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan Risalah al Islamiyah.

Dakwah Fardiah

Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).

[Dakwah Ammah

Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato).

Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-doal dakwah.

Dakwah bil-Lisan

Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.

Dakwah bil-Haal

Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah.

Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.

Dakwah bit-Tadwin

Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-Tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.

Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".

Dakwah bil Hikmah

Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.

Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:

Menurut bahasa:

  • adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
  • memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
  • ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
  • obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
  • pengetahuan atau ma'rifat.

Menurut istilah Syar'i:

  • valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.


Kekuatan Dakwah Para Sahabat Nabi Muhammad saw

Bayangkan betapa efektifnya hati para Sahabat. Mereka berkelana ke seluruh dunia dan mampu menarik orang-orang untuk masuk Islam walaupun tidak fasih dalam berbagai bahasa. Seorang sahabat dapat mengadakan perubahan bagi suatu bangsa.

Bayangkan kehidupan Abu Ayyub al-Ansari RA. Beliau pindah ke Turki, tanpa mengetahui apa-apa mengenai Turki. Beliau tinggal sampai akhir hayatnya di sana dan dikenal sebagai Tokoh Islam di Turki.

Sahabat lainnya membawa Islam ke Spanyol.

Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apa rahasia yang diberikan Allah SWT ke dalam hati mereka? Mengapa para ulama sekarang tidak mempunyai kekuatan semacam itu? Rasulullah Muhammad SAW membawa kekuatan itu untuk seluruh umat.

Di abad ketiga dan keempat, yang merupakan era Sahabat dan Tabi’iin (penerus), umat Islam sanggup memberi kontribusi terhadap perubahan yang berlangsung secara dinamis. Jika kita tidak bisa berbuat serupa, pasti ada sesuatu yang salah dengan kita sekarang ini.

Kini negara-negara Muslim mempunyai milyaran dollar dari minyak. Mereka mencetak buku-buku dalam jumlah yang sangat banyak tetapi hanya sedikit orang yang bisa dikonversi ke dalam Islam. Ada sekitar 1.2 milyar Muslim di seluruh dunia, dan jumlahnya hanya bertambah sedikit setiap harinya. Peningkatannya itu dapat diabaikan, ibarat langkah seekor semut.

Ketika Anas bin Malik RA, salah seorang Sahabat Rasulullah SAW mendekati ajalnya, beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Maukah kalian mendengar hadis yang belum pernah didengar oleh orang lain, dan jika Aku meninggal, maka tak seorang pun yang mendengarnya?”

Mereka menjawab, “Ya.”

Beliau mengatakan bahwa, “Rasulullah SAW berkata kepada para Sahabatnya, ‘Di Hari Kiamat, ilmu akan dicabut--yurfa’u al-ilm—dan kebodohan akan meningkat.’

Para Sahabat bertanya, ‘Bagaimana ilmu akan diambil?’

Rasulullah SAW menjawab, ‘Dengan wafatnya para ulama.’”

Renungkan! Ada 124.000 Sahabat yang duduk bersama Rasulullah SAW dan mempelajari kebiasaan beliau, tetapi hanya ada 10 atau 15 orang yang memenuhi persyaratan untuk memberikan fatwa. Saya menyarankan kalian untuk membuka buku sejarah.

Setelah masa Sahabat, para Tabi’iin dan Tabi’ tabi’iin tidak membuat peraturan-peraturan baru, tetapi hanya menggunakan peraturan Islam sebelumnya. Hanya beberapa ratus ulama yang mampu mengeluarkan fatwa. Mereka sangat teliti dan takut untuk membuat kesalahan.

Kontras sekali dengan sekarang, tampaknya semua orang memberikan fatwa. Kita mengatakan ‘Inilah apa yang Saya pahami dan begitulah mekanisme kerjanya.’ Jadi sekarang orang-orang bagaikan ulama yang mengeluarkan fatwa. Setiap orang juga suka meniru kebebasan ala barat. Muslim mencoba membuat keputusan dengan cara Barat. Ini adalah jahil—suatu bentuk kemunafikan.

Di sekolah, anak-anak bisa mengambil kursus teknik, atau kursus medis dan sebagainya, tetapi mereka tidak dapat mempelajari korupsi. Sekarang sebagai tambahan terhadap pengetahuan teknis yang kita pelajari untuk hidup kita, generasi muda juga mempelajari ide-ide yang berbeda di sekolahnya—yang tidak berhubungan dengan pelajaran mereka. Inilah yang dimaksud dengan meningkatnya kelalaian. Di masa lalu orang hanya tertarik untuk pulang ke rumah setelah dia bekerja, untuk merawat anaknya dengan cara yang terbaik.

Dan hadis itu berlanjut, ‘wa yashrab al-khamr’--dan mereka akan minum anggur. Saya melihat banyak orang Muslim yang melakukan shalat tetapi juga masih minum alkohol. Beberapa Muslim hanya berhubungan dengan Islam atau masjid pada peristiwa pernikahan atau kematian. Ini adalah situasi yang umum di negara-negara Muslim di Timur Tengah dan Asia.

Kemudian, “perzinaan semakin menyebar luas.” Perzinaan berlangsung di mana-mana dan sudah menjadi kebiasaan. Anak-anak muda baik pria maupun wanita yang berpakaian bagus atau mengendarai mobil mewah, menemukan kesempatan untuk berzina dengan mudah.

Hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidina Anas RA berlanjut, “pria akan meninggal.” Perlu dicatat bahwa hal ini terjadi tepat setelah perzinaan. Hal ini menunjukkan bahwa pria akan mati dalam perang atau karena penyakit.

Saya mengetahui ada beberapa orang yang akan meninggalkan negara Muslim selama bulan Ramadan untuk menghindari puasa. Saya melihat hal ini. Mereka melancong ke berbagai tempat di Eropa agar terhindar dari masyarakatnya. Di sana mereka merasa bebas untuk pergi ke mana saja, incognito, dan melakukan apa yang mereka suka.

Oleh sebab itu Allah SWT menciptakan suatu penyakit yang kebanyakan diderita kaum pria. Prostitusi adalah penyebab langsungnya, tetapi prialah yang lebih banyak menderita dari penyakitnya. Mereka juga meneruskan penyakitnya kepada anak-anak dan anak cucunya.

Hadis itu berlanjut dengan, “wa yabqa an-nisa”—“wanita akan tinggal sedangkan pria meninggal.” Akhirnya bakal ada 50 wanita untuk setiap pria. Sekarang kita telah melihat bahwa jumlah pria semakin berkurang. Statistik memperlihatkan bahwa presentasi tinggi meninggalnya pria terjadi selama Perang Dunia II, khususnya di Jerman.

Rasulullah SAW telah menyebutkan penyakit ini 1400 tahun yang lalu dan sekarang menjadi kenyataan. Allah SWT memberi Rasulullah SAW suatu kemampuan yang luar biasa yang disebut ‘ulum al-awwaliin wal-aakhiriin—pengetahuan tentang hal-hal yang pertama dan terakhir.

Rasulullah SAW bersabda, “Enam peristiwa yang bakal mendahului Hari Kiamat adalah: kematianku, munculnya berbagai penyakit [dan empat peristiwa lainnya].” Beliau melukiskan kematian akibat suatu penyakit dengan ‘okaas al-ghanam’. ‘Okaas’ adalah suatu penyakit yang melanda biri-biri, kambing atau hewan ternak lainnya. Saliva dan mukosa mengalir secara berlebihan melalui lubang hidung dan mulut hewan dan jika tidak disembelih dia akan mengalami kematian yang mengenaskan.

Kita telah menyaksikannya di Eropa belum lama ini. Jutaan biri-biri tewas dan jutaan lainnya disembelih untuk menghindari penyebaran penyakitnya. Bagaimana mungkin Rasulullah SAW bisa melihat hal ini sebelumnya?

Dalam hadis lain disebutkan bahwa salah satu tanda Hari Kiamat adalah tasliim al-khassa—orang-orang memberi salam hanya kepada orang yang mereka kenal. Mengucapkan “assalamu alaykum” “salam sejahtera bagimu”—kepada setiap Muslim, baik yang dikenal maupun tidak, pria maupun wanita adalah sunnah. Namun demikian dewasa ini, Muslim hanya memberi salam kepada teman-teman terdekatnya.

Skenario yang berlaku untuk Muslim di negara-negara barat adalah, “Jika Aku tidak mengenalmu, Aku tidak akan memberi salam.” Mungkin ini disebabkan karena Saya tidak mengenalimu sebagai Muslim.

Di negara-negara Muslim, banyak orang yang beragama Islam, tetapi tetap saja kita tidak memberi salam. Hal ini dikarenakan tidak adanya kehangatan di antara kita—yang ada hanya es. Mengapa?

Karena hubungan kita tidak lagi berdasarkan Hubungan Ilahiah, tetapi hanya berlandaskan minat, hubungan duniawi.

Semoga Allah SWT membimbing kita ke jalan yang benar, dan menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang bertaqwa.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah
http://abuumar.multiply.com/journal/item/168/Kekuatan_Dakwah_Para_Sahabat_Nabi_Muhammad_saw

0 komentar:

Posting Komentar

The Power of Da'wa (kekuatan dakwah)

Dakwah

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.

Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Ilmu Dakwah

Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut "Da'i" sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut "Mad'u". Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam adalah "Da'i"


Tujuan utama dakwah

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

Fiqhud-dakwah

Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan Risalah al Islamiyah.

Dakwah Fardiah

Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).

[Dakwah Ammah

Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato).

Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-doal dakwah.

Dakwah bil-Lisan

Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.

Dakwah bil-Haal

Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah.

Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.

Dakwah bit-Tadwin

Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-Tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.

Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".

Dakwah bil Hikmah

Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.

Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:

Menurut bahasa:

  • adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
  • memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
  • ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
  • obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
  • pengetahuan atau ma'rifat.

Menurut istilah Syar'i:

  • valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.


Kekuatan Dakwah Para Sahabat Nabi Muhammad saw

Bayangkan betapa efektifnya hati para Sahabat. Mereka berkelana ke seluruh dunia dan mampu menarik orang-orang untuk masuk Islam walaupun tidak fasih dalam berbagai bahasa. Seorang sahabat dapat mengadakan perubahan bagi suatu bangsa.

Bayangkan kehidupan Abu Ayyub al-Ansari RA. Beliau pindah ke Turki, tanpa mengetahui apa-apa mengenai Turki. Beliau tinggal sampai akhir hayatnya di sana dan dikenal sebagai Tokoh Islam di Turki.

Sahabat lainnya membawa Islam ke Spanyol.

Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apa rahasia yang diberikan Allah SWT ke dalam hati mereka? Mengapa para ulama sekarang tidak mempunyai kekuatan semacam itu? Rasulullah Muhammad SAW membawa kekuatan itu untuk seluruh umat.

Di abad ketiga dan keempat, yang merupakan era Sahabat dan Tabi’iin (penerus), umat Islam sanggup memberi kontribusi terhadap perubahan yang berlangsung secara dinamis. Jika kita tidak bisa berbuat serupa, pasti ada sesuatu yang salah dengan kita sekarang ini.

Kini negara-negara Muslim mempunyai milyaran dollar dari minyak. Mereka mencetak buku-buku dalam jumlah yang sangat banyak tetapi hanya sedikit orang yang bisa dikonversi ke dalam Islam. Ada sekitar 1.2 milyar Muslim di seluruh dunia, dan jumlahnya hanya bertambah sedikit setiap harinya. Peningkatannya itu dapat diabaikan, ibarat langkah seekor semut.

Ketika Anas bin Malik RA, salah seorang Sahabat Rasulullah SAW mendekati ajalnya, beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Maukah kalian mendengar hadis yang belum pernah didengar oleh orang lain, dan jika Aku meninggal, maka tak seorang pun yang mendengarnya?”

Mereka menjawab, “Ya.”

Beliau mengatakan bahwa, “Rasulullah SAW berkata kepada para Sahabatnya, ‘Di Hari Kiamat, ilmu akan dicabut--yurfa’u al-ilm—dan kebodohan akan meningkat.’

Para Sahabat bertanya, ‘Bagaimana ilmu akan diambil?’

Rasulullah SAW menjawab, ‘Dengan wafatnya para ulama.’”

Renungkan! Ada 124.000 Sahabat yang duduk bersama Rasulullah SAW dan mempelajari kebiasaan beliau, tetapi hanya ada 10 atau 15 orang yang memenuhi persyaratan untuk memberikan fatwa. Saya menyarankan kalian untuk membuka buku sejarah.

Setelah masa Sahabat, para Tabi’iin dan Tabi’ tabi’iin tidak membuat peraturan-peraturan baru, tetapi hanya menggunakan peraturan Islam sebelumnya. Hanya beberapa ratus ulama yang mampu mengeluarkan fatwa. Mereka sangat teliti dan takut untuk membuat kesalahan.

Kontras sekali dengan sekarang, tampaknya semua orang memberikan fatwa. Kita mengatakan ‘Inilah apa yang Saya pahami dan begitulah mekanisme kerjanya.’ Jadi sekarang orang-orang bagaikan ulama yang mengeluarkan fatwa. Setiap orang juga suka meniru kebebasan ala barat. Muslim mencoba membuat keputusan dengan cara Barat. Ini adalah jahil—suatu bentuk kemunafikan.

Di sekolah, anak-anak bisa mengambil kursus teknik, atau kursus medis dan sebagainya, tetapi mereka tidak dapat mempelajari korupsi. Sekarang sebagai tambahan terhadap pengetahuan teknis yang kita pelajari untuk hidup kita, generasi muda juga mempelajari ide-ide yang berbeda di sekolahnya—yang tidak berhubungan dengan pelajaran mereka. Inilah yang dimaksud dengan meningkatnya kelalaian. Di masa lalu orang hanya tertarik untuk pulang ke rumah setelah dia bekerja, untuk merawat anaknya dengan cara yang terbaik.

Dan hadis itu berlanjut, ‘wa yashrab al-khamr’--dan mereka akan minum anggur. Saya melihat banyak orang Muslim yang melakukan shalat tetapi juga masih minum alkohol. Beberapa Muslim hanya berhubungan dengan Islam atau masjid pada peristiwa pernikahan atau kematian. Ini adalah situasi yang umum di negara-negara Muslim di Timur Tengah dan Asia.

Kemudian, “perzinaan semakin menyebar luas.” Perzinaan berlangsung di mana-mana dan sudah menjadi kebiasaan. Anak-anak muda baik pria maupun wanita yang berpakaian bagus atau mengendarai mobil mewah, menemukan kesempatan untuk berzina dengan mudah.

Hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidina Anas RA berlanjut, “pria akan meninggal.” Perlu dicatat bahwa hal ini terjadi tepat setelah perzinaan. Hal ini menunjukkan bahwa pria akan mati dalam perang atau karena penyakit.

Saya mengetahui ada beberapa orang yang akan meninggalkan negara Muslim selama bulan Ramadan untuk menghindari puasa. Saya melihat hal ini. Mereka melancong ke berbagai tempat di Eropa agar terhindar dari masyarakatnya. Di sana mereka merasa bebas untuk pergi ke mana saja, incognito, dan melakukan apa yang mereka suka.

Oleh sebab itu Allah SWT menciptakan suatu penyakit yang kebanyakan diderita kaum pria. Prostitusi adalah penyebab langsungnya, tetapi prialah yang lebih banyak menderita dari penyakitnya. Mereka juga meneruskan penyakitnya kepada anak-anak dan anak cucunya.

Hadis itu berlanjut dengan, “wa yabqa an-nisa”—“wanita akan tinggal sedangkan pria meninggal.” Akhirnya bakal ada 50 wanita untuk setiap pria. Sekarang kita telah melihat bahwa jumlah pria semakin berkurang. Statistik memperlihatkan bahwa presentasi tinggi meninggalnya pria terjadi selama Perang Dunia II, khususnya di Jerman.

Rasulullah SAW telah menyebutkan penyakit ini 1400 tahun yang lalu dan sekarang menjadi kenyataan. Allah SWT memberi Rasulullah SAW suatu kemampuan yang luar biasa yang disebut ‘ulum al-awwaliin wal-aakhiriin—pengetahuan tentang hal-hal yang pertama dan terakhir.

Rasulullah SAW bersabda, “Enam peristiwa yang bakal mendahului Hari Kiamat adalah: kematianku, munculnya berbagai penyakit [dan empat peristiwa lainnya].” Beliau melukiskan kematian akibat suatu penyakit dengan ‘okaas al-ghanam’. ‘Okaas’ adalah suatu penyakit yang melanda biri-biri, kambing atau hewan ternak lainnya. Saliva dan mukosa mengalir secara berlebihan melalui lubang hidung dan mulut hewan dan jika tidak disembelih dia akan mengalami kematian yang mengenaskan.

Kita telah menyaksikannya di Eropa belum lama ini. Jutaan biri-biri tewas dan jutaan lainnya disembelih untuk menghindari penyebaran penyakitnya. Bagaimana mungkin Rasulullah SAW bisa melihat hal ini sebelumnya?

Dalam hadis lain disebutkan bahwa salah satu tanda Hari Kiamat adalah tasliim al-khassa—orang-orang memberi salam hanya kepada orang yang mereka kenal. Mengucapkan “assalamu alaykum” “salam sejahtera bagimu”—kepada setiap Muslim, baik yang dikenal maupun tidak, pria maupun wanita adalah sunnah. Namun demikian dewasa ini, Muslim hanya memberi salam kepada teman-teman terdekatnya.

Skenario yang berlaku untuk Muslim di negara-negara barat adalah, “Jika Aku tidak mengenalmu, Aku tidak akan memberi salam.” Mungkin ini disebabkan karena Saya tidak mengenalimu sebagai Muslim.

Di negara-negara Muslim, banyak orang yang beragama Islam, tetapi tetap saja kita tidak memberi salam. Hal ini dikarenakan tidak adanya kehangatan di antara kita—yang ada hanya es. Mengapa?

Karena hubungan kita tidak lagi berdasarkan Hubungan Ilahiah, tetapi hanya berlandaskan minat, hubungan duniawi.

Semoga Allah SWT membimbing kita ke jalan yang benar, dan menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang bertaqwa.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah
http://abuumar.multiply.com/journal/item/168/Kekuatan_Dakwah_Para_Sahabat_Nabi_Muhammad_saw